Jumat, 25 Maret 2011

FASCIOLIASIS


Sinonim
Fasciolisis dikenal dibanyak Negara dengan berbagai istilah yang berbeda namun mempunyai arti yang sama. Nama lain dari fascioliasis adalah Distomatosishepatik, Fasciolosis, cattle liver fluke, Giant liver fluke (Akoso,1991).
Etiologi
Fascioliasis adalah penyakit yang disebabkan cacing dari genus fasciola. Berdasarkan taxonominya cacing ini mempunyai klsifikasi sebagai berikut:
Phylum
: Platyhelminthes
Sub Phylum
: -
Kelas
: Trematoda
Ordo
: Digenea
Family
: Fasciolidae
Genus
: Fasciola
Species
: Fasciola hepatica, Fasciola gigantika
Nama Daerah
: Tidak diketahui.
Sedang secara anatomi fasciola berbentuk pipih dorsoventral. Ukuran dan bentuk fasciola bervariasi F. gigantika berukuran 25-75 X 5-12 mm, berwarna terang dan pundaknya tidak begitu nyata, telurnya berukuran 156-197 X 90-104 mikron. F. hepatika berukuran 25-30 X 8-15 mm, berwarna coklat keabuan dan pundaknya lebar, telurnya berukuran 130-160 X 63-90 mikron (Levin, 1994).

Distribusi
Distribusi penyakit ini hampir ada diseluruh hewan produksi seperti sapi dan kambing diseluruh dunia. FascioliAsis biasanya terjadi pada daerah daerah yang mempunyai populasi hospes intermedietnya saja (Anonim, 2005).
Kejadian dan penyakit pada manusia
Menurut data yang ditulis dalam jurnal wikipedia tahun 2005. Fasciolosis pada manusia banyak dilaporkan dari negara-negara Eropa, Amerika, Asia, Afrika, dan Oceania. Prevalensi penyakit pada manusia berkorelasi dengan penyakit pada hewan.
Eropa
Dari tahun 1970-1982 di Prancis terdapat 5863 kasus yang dilaporkan di rumah sakit. Penyakit tersebut secara serologis 3.01% berada di Antalusia dan 6.1% di Isparta,
Amerika
Di Amerika serikat penyakit ini bersifat sporadik sedang di Mexico terdapat 53 kasus yang dilaporkan.
Afrika
Prevalensi yang tinggi telah di laporkan di Egypt, penyakit tersebar di lingkungan sekitar Nile delta. Kecuali di bagia utara tidak ada laporan.
Asia
Di Asia kasus yang dilaporkan di Iran dengan jumlah 10 000 kasus yang terdeteksi sedang di Asia tenggara kasus ini bersifat sporadik.
Kejadian dan penyakit pada hewan
Pada hewan di dunia terdapat 89.5% kasus infeksi. Penyebaran Kejadian penyakit pada hewan terdapat di beberapa negara diantaranya:
Europa : Ireland, Prancis, Portugal, Italia, Jerman.
Asia : Thailand, Iraq, Iran, China, Vietnam, Jepang.
Afrika : Kenya, Zimbabwe, Maroko
Amerika : Mexico, Peru, Brazil.
Australia : Australia, New Zaeland.
Hewan yang rentan adalah domba dan kambing, hewan yang kurang rentan adalah sapi, kerbau dan ruminan lain, dan dapat juga menyerang babi, anjing, kucing, kuda, kelinci dan manusia. (Anonim 2005)
Kejadian dan penyakit di Indonesia
Fascioliasis mula-mula dilaporklan oleh Van Velzen di Tangerang pada tahun 1890 dan sekarang diketahui tersebar di seluruh Indonesia sesuai dengan peny
ebaran siput Lymnea yang menjadi induk semang antara. Fasciola gigantika merupakan parasit asli dari Indonesia sedangkan F. hepatica datang ke Indonesia mungkin bersama-sama dengan di bawanya sapi perah FH dari Belanda. Fasciolosis pada sapi dan kerbau bersifat kronis, sedangkan pada domba dan kambing bersifat akut. Fasciola gigantika dapat menimbulkan kematian pada hewan, terutama biri-biri dan sapi (Soedarto, 2003)
Sumber Infeksi
Sumber infeksi yang utama berasal dari kontamianan air dan daging atau produk lain asal hewan yang terinfeksi stadium infektif dari cacing fasciola (Akoso,1996)
Penularan
Infeksi terjadi didaerah yang basah atau lembab, rawa atau daerah payau, dimana banyak terdapat siput., cacing akan keluar dan berenang dan berkeliling akhirnya menempel dan tinggal pada tumbuh-tumbuhan yang akan termakan oleh hewan yang kemudian menjadi induk semang. Penularan ini juga berhubungan erat dengan siklus hidup cacing ini:
Induk semang dari fasciola adalah siput, umumnya genus Lymnea. Di Indonesia telah diketahui adalah Lymnea rubiginosa. Telur fasciola keluar bersam
a tinja induk semang dari telur yang menetas keluar mirasidium yang terus masuk ke dalam siput. Dalam tubuh siput mirasidium berubah menjadi sporokista. Sporokista menghasilkan redia, dan redia menghasilkan serkaria. Serkaria keluar dari siput yang merupakan fase infektif. Bila serkaria tidak termakan oleh induk semang maka akan menghasilkan kisata (metaserkaria), tenggelam ke dalam air atau menempel pada rumput (Levin, 1994).
Infeksi terjadi bila induk semang memakan rumput atau meminum air yang tercemar. Dalam usus serkaria keluar dari metaserkaria dan terus menembus dindin
g usus masuk keruang peritoneum, selanjutnya menembus selaput hati dan meninggalkan jalur-jalur hemorhagik pada parenkim hati dalam perjalanannya menuju saluran empedu untuk menjadi dewasa. Masa prepaten 2-3 bulan (Soedarto, 2003).
Penularan pada manusia pada prinsipnya sama dengan penularan pada hewan. Skema penularan pada manusia
Gejala klinis
Gejala klinis fascioliasis dapat sangat ringan atau tanpa gejala, namun gangguan pada fungsi hati dapat juga terjadi. Bentuk akut pada sapi mempunyai ciri-ciri gangguan pencernaan, adanya gejala konstipasi yang jelas dan kadang-kadang mencret. Terjadi pengurusan yang cepat, lemah dan anemia. Bentuk kronik pada sapi berupa penurunan produktivitas dan pertumbuhan yang terhambat.
Bentuk akut pada domba dan kambing, berupa mati mendadak disertai darah yang merembes atau keluar dari hidung dan anus. Bentuk kronik pada tahap pertama pada domba menunjukan gejala menjadi gemuk akibat banyaknya empedu yang disalurkan ke dalam usus, karena lemak kurang berfungsi atau tidak dipergunakan akibat adanya anemia. Meskipun gemuk terjadi kelemahan otot. Selanjutnya diikuti penurunan nafsu makan, selaput lendir pucat, serta bulu menjadi kering dan rontok, akhirnya terjadi kebotakan dan hewan menjadi lemah dan kurus (AAK, 1995)
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat sakit penderita yang mengalami pembesaran hati yang melunak, dan disertai sindrom demam eosinofilik. Migrasi cacing muda dari usus ke hati dapat menimbulkan lesi ektopik di dinding usus, jantung, bola mata, paru dan jaringan dibawah kulit, sehingga menimbulkan keluhan setempat (Akoso, 1994)
Untuk menegakkan diagnosis pasti, dilakukan pemeriksan tinja atau cairan duodenum atau cairan empedu hospes untuk menemukan telur cacing fasciola. Penghitungan jumlah telur tiap gram tinja, menemukan metaserkaria pada rumput. Untuk membantu menegakkan diagnosis terutama fasciolosis jaringan dan fascioliasis dalam periode prepaten, maka dapat dilakukan berbagai uji imunodiagnostik misalnya uji imunofluoresen tak langsung, uji hemaglutinasi pasif, uji presipitasi gel atau metode imunodiagnostik lainnya (Akoso, 1995)
Diagnosa banding
Bentuk akut dapat keliru dengan penyakit antrax, karena adanya pengeluaran darah dari hidung dan anus. Bentuk kronik pada domba dapat keliru dengan haemonchosis karena adanya bottle jaw, anemia pada fascioliasis dapat keliru dengan anemia oleh penyebab yang lain (Akoso, 1991).
Perubahan pascamati
Pada hewan dewasa perubahan-perubahan sering hanya terbatas pada hati. Mungkin hewan itu sedikit kurus atau pucat. Pada hewan muda perubahan-perubahan biasanya lebih menyolok, kekurusan, anemi, busung air dimana-mana merupakan perubahan-perubahan terpenting. Pada infeksi akut hati bengkak karena degenerasi parenkim atau infiltrasi lemak; di bawah selubung hati dan pada bidang sayatan nya terlihat perdarahan-perdarahan disebabkan oleh migrasi parasit-parasit muda. Dalam tingkat hal ini kita harus waspada terhadap infeksi sekunder dengan salmonella. Perubahan-perubahan pada hati dalam tingkat menahun ialah cholangitis, peri- cholangitis yang menjadikan hepatitis chronica indurativa (sirosis parasiter). Dinding saluran – saluran empedu sangat tebal karena pembentukan jaringan ikat dan endapan kalsium. Di dalam saluran – saluran itu tertimbun massa`detritus yang berlendir dan mengandung distoma dewasa. Sarang – sarang distomum sekali – sekali ditemukan di dalam paru – paru dan limpa (Ressang, 1984).
Tindakan
Menurut soedarto(2003), Pemberantasan atau tindakan fascioliasis ini yang sangat merugikan peternak hendaknya mendapat perhatian lebih banyak. Pemberantasan ini berdasarkan profilaksis termasuk pemberantasan induk-induk semang antara yaitu siput.
Untuk mencegah penyebaran fascioliasis pada manusia, selain dengan mengendalikan fascioliasis pada hewan, juga dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi makanan atau air yang tercemar stadium infektif. Makanan atau minuman hendaknya dimasak. Pendidikan kesehatan untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan hidup.
Tindakannya meliputi :
  1. Administrasi
  1. pemeriksaan hati ternak yang dipotong terhadap infeksi fasciola sesuai dengan peraturan yang berlaku.
  2. Mencatat dan melaporkan hasil pemeriksaan secara teratur.
  1. Pencegahan
  1. pemotongan siklus hidup dengan mollusida
  2. memberantas siput secara biologi, misalnya dengan pemeliharaan itik.
  3. Rotasi lapangan rumput.
  4. Memperbaiki sistem pengairan sehingga memungkinkan tindakan pengeringan.
  5. Menyebarkan copper sulphat atau trusi di lapangan penggembalaan.
  6. Melakukan pemberian obat cacing secara teratur.
  1. Pengendalian
Secara umum paling tidak pengobatan harus dilakukan 3 kali dalam setahun yaitu :
permulaan musim hujan, untuk menghilangkan cacing didapat selama musim kemarau dan menghadapi perluasan habitat siput.
Pertengahan musim hujan, untuk mengeluarkan cacing yang diperoleh selama musim hujan, dan untuk mengurangi peluang infeksi mirasidium pada siput yang habitatnya meluas.
Pada akhir musim hujan, untuk menghilangkan cacing yang didapat selama musim hujan serta mengurangi potensi untuk terkontaminasi dimusim kemarau.
Pengobatan
Hexachloroethane (Egitol 20-30 mg/kg BB, PO)
Hexachlorophene (Distodin 15-20 mg/kg BB, PO)
Nitroxynil (Dovenik 10 mg/kg BB, SC. Trodak 10-12,5 mg/kg BB, SC)
Derivat Benzimidazol (Albendazol, Triclabendazol, Prebendazol, Febantel) Dosis 10-15 mg/kg BB untuk sapi dan kerbau, 10 mg/kg BB untuk domba dan kambing.
Tidak ada pengobatan yang spesifik terhadap fascioliasis pada manusia, namun pemberian Praziquantel dengan dosis 25 mg/kg BB 3 kali sehari sesudah makan, yang diberikan selama 1-2 hari ternyata memberikan hasil yang cukup memuaskan (Soedarto, 2003).
Daftar Pustaka
AAK, 1995, Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah, Kanisius, Yogyakarta.
Akoso,T. B., 1991, ManualUntuk Paramedik Kesehatan Hewan, 2ed, Omaf-Cida Disease Investigasi center.
Akoso, T. B., 1996, Kesehatan Sapi, Kanisius, Yogyakarta.
Ressang, A. A., 1984, Pathologi Khusus Veteriner, Fad Project Khusus Investigasi Unit Bali.
Soedarto, 2003, Zoonosisi Kedokteran, Airlangga press, Surabaya.
Anonim. 2003 Fasciola pada manusia. http://www.e-ukasi.net/mol/mo_full.php?moid=81&fname=kb3hal28.htm
Anonim. 2004, Fasciola Pada Manusia
http://www.stanford.edu/class/humbio103/ ParaSites2001/fascioliasis/Fasciola.htm
Anonim. 2004http://www.phac-aspc.gc.ca/msds-ftss/msds67e.html
Anonim, 2004http://www.scielo.cl/pdf/parasitol/v58n3-4/art15.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar